
Termapan – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan bahwa pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap biaya berlangganan platform digital seperti Netflix, Spotify, dan YouTube Premium bukanlah suatu kebijakan pajak baru. Hal ini diklarifikasi oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, setelah adanya kebingungan terkait pengenaan PPN pada platform digital tersebut.
Dwi Astuti menjelaskan bahwa platform digital seperti Spotify, Netflix, dan layanan serupa lainnya sudah termasuk dalam kategori Jasa Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Dengan demikian, layanan ini sudah dikenakan PPN selama ini. “Selama ini yang dibayar oleh masyarakat itu sudah ada pajaknya, dan ini bukan pajak baru,” ungkapnya di Jakarta, Senin, setelah mengikuti konferensi pers.
Pengenaan PPN terhadap transaksi yang dilakukan melalui platform digital diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 60 Tahun 2022. Peraturan ini mengatur tata cara penunjukan pemungut PPN, pemungutan, penyetoran, serta pelaporan PPN atas pemanfaatan barang dan/atau jasa kena pajak yang berasal dari luar Daerah Pabean namun dikonsumsi dalam daerah pabean. Dalam peraturan tersebut, pemerintah menunjuk pelaku PMSE untuk menjadi pemungut PPN.
Salah satu poin penting yang dijelaskan Dwi adalah penunjukan pelaku PMSE yang memungut PPN. Pemerintah hanya menunjuk pelaku PMSE yang memenuhi kriteria tertentu, seperti nilai transaksi dalam 12 bulan atau jumlah pengakses (traffic) yang melebihi angka tertentu dalam jangka waktu tersebut.
Hingga 30 November 2024, pemerintah telah menunjuk 199 pelaku PMSE untuk memungut PPN, termasuk tujuh pelaku baru yang ditunjuk pada bulan November. Beberapa di antaranya adalah Amazon Japan GK, Huawei Service (Hong Kong) Co Limited, Sounds True Inc, dan Total Security Limited.
Terkait dengan serapan pajak dari sektor ini, Dwi Astuti menyampaikan bahwa sepanjang tahun 2024, negara telah menerima sekitar Rp7,58 triliun dari PPN PMSE, dengan total setoran pajak mencapai Rp24,5 triliun yang termasuk setoran dari tahun pajak sebelumnya.
PMK 60/2022 juga mengatur bahwa PPN untuk layanan PMSE pertama kali dikenakan pada tarif 10 persen sejak 2022. Kemudian, tarif PPN dinaikkan menjadi 11 persen per 1 April 2022, dan pada akhirnya menjadi 12 persen sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam undang-undang.
Dwi juga menambahkan bahwa kenaikan tarif PPN tersebut tidak serta-merta menjadikannya sebagai pajak baru. Kenaikan tarif tersebut hanya sebesar satu persen dan sudah diatur sejak 2022. “Jadi, itu bukan pajak baru. Bukan karena tarifnya menjadi 12 persen baru dikenakan, karena kenaikan ini sudah diatur sebelumnya,” katanya.
Pernyataan ini bertujuan untuk menjawab kekhawatiran masyarakat terkait pajak baru pada platform digital. Dengan penjelasan tersebut, DJP berharap masyarakat bisa lebih memahami bahwa pengenaan PPN terhadap platform digital sudah berlaku dan telah diatur dalam peraturan yang berlaku sejak 2022.