
Termapan – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) sedang bersiap untuk mencabut moratorium pengiriman tenaga kerja ke kawasan Timur Tengah, khususnya Arab Saudi. Langkah ini dilakukan dengan memastikan adanya sistem tata kelola baru serta jaminan perlindungan bagi pekerja migran.
Menurut rilis pers yang diterbitkan oleh KP2MI pada Rabu (19/3), persiapan pencabutan moratorium ini telah dilakukan melalui berbagai dialog dan pertemuan dengan berbagai pihak, termasuk perwakilan Pemerintah Arab Saudi serta kementerian terkait di Indonesia.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah koordinasi antara KP2MI dan Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam) yang berlangsung pada Selasa (18/3). Dalam pertemuan tersebut, beberapa poin penting dibahas, termasuk bagaimana memastikan jaminan tata kelola yang lebih baik setelah moratorium resmi dicabut.
Selain itu, pembahasan juga mencakup tindak lanjut dari arahan Presiden Prabowo Subianto yang diberikan pada 14 Maret 2025. Dalam arahannya, Presiden meminta agar penempatan tenaga kerja Indonesia di sektor domestik di Arab Saudi dapat segera dibuka kembali.
Dukungan dari berbagai kementerian dan lembaga lain dalam rapat koordinasi tersebut juga menjadi faktor penting dalam mendukung pembukaan kembali pengiriman pekerja migran ke Timur Tengah. KP2MI menyoroti bahwa kolaborasi lintas sektor diperlukan agar kebijakan ini dapat berjalan dengan lancar tanpa mengorbankan aspek perlindungan tenaga kerja.
Menteri P2MI, Abdul Kadir Karding, menegaskan bahwa perlindungan pekerja migran, khususnya perempuan dan anak-anak mereka, harus menjadi perhatian utama. Oleh karena itu, Arab Saudi dipilih sebagai proyek percontohan dalam meningkatkan perlindungan bagi pekerja migran di negara tujuan.
Pembahasan lainnya yang menjadi fokus dalam pertemuan tersebut adalah penyusunan nota kesepahaman (MoU) yang disesuaikan dengan Peraturan Presiden No. 130 Tahun 2024. Peraturan ini mengatur tentang penguatan tata kelola penempatan dan perlindungan pekerja migran dengan menitikberatkan sinergi antara berbagai kementerian dan lembaga terkait.
Menteri Karding juga mengungkapkan bahwa keputusan untuk kembali membuka pengiriman tenaga kerja ke Arab Saudi didasarkan pada perubahan signifikan dalam regulasi di negara tersebut. Selain itu, adanya sistem perlindungan tenaga kerja yang terintegrasi antara Sistem Komputerisasi Tenaga Kerja Indonesia (SiskoPMI) dengan Musaned—sistem yang digunakan oleh Arab Saudi dalam pengelolaan tenaga kerja asing—menjadi salah satu faktor utama dalam mempertimbangkan pencabutan moratorium ini.
Lebih jauh, ia menyatakan bahwa keberhasilan penempatan tenaga kerja ke Arab Saudi nantinya dapat dijadikan contoh bagi negara-negara lain di kawasan Timur Tengah yang saat ini masih menerapkan moratorium. Salah satu negara yang juga tengah dipertimbangkan untuk pembukaan kembali pengiriman pekerja migran adalah Uni Emirat Arab.
Sebagai langkah lanjutan, KP2MI akan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri serta kementerian dan lembaga lainnya dalam menyusun Nota Kesepahaman yang mengatur secara rinci mengenai mekanisme baru dalam penempatan tenaga kerja ke Arab Saudi.
Selain itu, regulasi yang terkait dengan pekerja migran juga sedang dievaluasi oleh KP2MI. Beberapa peraturan yang menjadi fokus evaluasi adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No. 291 Tahun 2018, yang mengatur tentang pelaksanaan penempatan dan perlindungan pekerja migran ke Arab Saudi melalui sistem penempatan satu kanal.
Selain itu, regulasi lain yang turut dievaluasi adalah Permenaker No. 260 Tahun 2015, yang mengatur penghentian dan pelarangan penempatan tenaga kerja Indonesia pada pengguna perseorangan di negara-negara kawasan Timur Tengah.
Dengan berbagai upaya yang telah dilakukan, pemerintah berharap pencabutan moratorium ini dapat berjalan dengan baik dan memberikan manfaat bagi pekerja migran Indonesia, baik dari sisi keamanan, kesejahteraan, maupun perlindungan hukum di negara tujuan.