
Termapan – Budi Said, pengusaha yang dikenal sebagai Crazy Rich Surabaya, dijatuhi vonis 15 tahun penjara setelah terbukti melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus jual beli emas PT Antam Tbk. Selain hukuman penjara, Budi juga dikenai denda sebesar Rp1 miliar yang disubsidi dengan kurungan penjara selama enam bulan. Lebih jauh lagi, ia diwajibkan membayar uang pengganti senilai 58,841 kilogram emas Antam atau sekitar Rp35,53 miliar, yang juga disubsidi dengan hukuman penjara selama 8 tahun.
Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim, Tony Irfan, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, pada Jumat. Majelis hakim menyatakan bahwa Budi Said terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan TPPU secara bersama-sama dan berlanjut, sesuai dengan dakwaan primer yang dikenakan kepadanya.
Kasus ini berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan Budi Said terkait dengan transaksi jual beli logam mulia emas milik PT Antam Tbk. Budi Said diduga menerima selisih lebih emas Antam yang tidak sesuai dengan faktur penjualan dan tanpa adanya pembayaran kepada PT Antam, yang menyebabkan kerugian negara hingga mencapai Rp1,07 triliun.
Dalam perbuatan korupsi ini, Budi Said diduga memperoleh 58,13 kilogram emas Antam senilai Rp35,07 miliar secara tidak sah. Emas tersebut diberikan kepada Budi sebagai bagian dari transaksi yang tidak tercatat atau sesuai prosedur yang berlaku. Selain itu, terdapat kewajiban yang tidak dipenuhi oleh Budi terkait pengiriman emas Antam sebanyak 1.136 kilogram yang tercatat dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 1666 K/Pdt/2022 pada 29 Juni 2022. Hal ini menambah nilai kerugian negara dalam kasus tersebut.
Tidak hanya terlibat dalam praktik korupsi, Budi Said juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Ia dilaporkan menyamarkan hasil korupsi dengan melakukan transaksi yang tidak transparan dan menggunakan hasil korupsi tersebut sebagai modal untuk usaha yang dijalankan oleh CV Bahari Sentosa Alam, yang dimilikinya. Langkah-langkah tersebut bertujuan untuk menyembunyikan jejak uang yang berasal dari kegiatan ilegal.
Dalam sidang, hakim mempertimbangkan sejumlah faktor yang memberatkan dan meringankan dalam vonis terhadap Budi Said. Faktor yang memberatkan termasuk kenyataan bahwa perbuatannya menyebabkan kerugian negara yang signifikan serta memperkaya diri sendiri dan orang lain secara tidak sah. Sebaliknya, faktor yang meringankan adalah kenyataan bahwa Budi Said belum pernah dihukum sebelumnya, menunjukkan perilaku sopan selama persidangan, tidak mempersulit jalannya proses persidangan, serta memiliki tanggung jawab terhadap keluarganya.
Meskipun vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa, yang sebelumnya meminta agar Budi Said dihukum 16 tahun penjara dan dikenakan denda yang lebih tinggi, keputusan ini tetap dianggap sebagai langkah maju dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Tuntutan jaksa sebelumnya juga mencakup pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar 58,13 kilogram emas Antam atau Rp35,07 miliar serta 1.136 kilogram emas Antam atau senilai Rp1,07 triliun yang harus dibayar atau diganti dengan penjara selama 8 tahun.
Kasus ini mencerminkan besarnya tantangan dalam penanggulangan korupsi di Indonesia, terutama dalam sektor bisnis dan jual beli barang yang melibatkan entitas besar seperti PT Antam. Praktik korupsi yang melibatkan pengusaha besar dan penyalahgunaan kewenangan dalam transaksi bisnis ini menyoroti pentingnya pengawasan yang ketat terhadap aliran uang dan transaksi yang melibatkan pejabat publik serta pengusaha.
Dengan keputusan ini, diharapkan akan ada efek jera bagi pelaku korupsi lainnya dan memperkuat komitmen negara dalam memberantas praktik korupsi serta pencucian uang yang merugikan negara. Pemerintah dan masyarakat juga diharapkan dapat lebih waspada terhadap potensi penyalahgunaan wewenang di masa depan.