PFLP Kecam AS dan Israel atas Serangan di Gaza, Desak Dunia Bertindak

PFLP Kecam AS dan Israel atas Serangan di Gaza

Termapan – Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP) mengeluarkan pernyataan pada Rabu (19/3) yang mengecam tuduhan Amerika Serikat terhadap Palestina terkait hambatan dalam kesepakatan gencatan senjata. PFLP menilai bahwa pernyataan tersebut telah memberikan kebebasan bagi Israel untuk terus melakukan serangan militer di Jalur Gaza tanpa hambatan.

Dalam pernyataan resminya, kelompok itu mendesak komunitas internasional agar segera mengambil langkah konkret guna menghentikan pembantaian yang terus berlangsung di wilayah tersebut. Mereka menegaskan bahwa sikap diam dari negara-negara dunia hanya akan menjadikan mereka bagian dari kejahatan yang sedang terjadi.

Pernyataan tersebut muncul setelah Israel melancarkan serangan udara yang menghantam Beit Lahia, sebuah wilayah di Gaza utara. Akibat serangan itu, belasan warga Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak, dilaporkan tewas. PFLP menganggap bahwa aksi tersebut tidak akan mungkin dilakukan tanpa adanya dukungan penuh dari AS serta keterlibatan negara-negara Barat yang membiarkan agresi tersebut terus berlanjut.

Lebih lanjut, kelompok tersebut juga menegaskan bahwa setiap upaya Israel untuk mengusir warga Palestina dari Gaza akan mendapatkan perlawanan yang kuat. Mereka menyatakan bahwa keteguhan rakyat Palestina terhadap hak-hak mereka tidak akan bisa dihancurkan, meskipun tekanan dan serangan terus meningkat.

Pada Rabu malam, serangan udara Israel kembali dilancarkan, kali ini menargetkan sebuah tenda perkabungan di Beit Lahia. Akibatnya, sebanyak 14 warga Palestina dilaporkan tewas, sementara sekitar 30 lainnya mengalami luka-luka. Sejak Selasa pagi, serangan udara yang ditujukan kepada warga sipil telah dilakukan di berbagai wilayah Jalur Gaza.

Tim Pertahanan Sipil Gaza melaporkan bahwa dalam satu hari saja, lebih dari 70 warga Palestina kehilangan nyawa akibat bombardemen yang dilakukan oleh Israel. Korban yang tewas termasuk anak-anak dan seorang staf dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sementara itu, otoritas setempat menyatakan bahwa total korban tewas sejak dimulainya kembali operasi militer Israel pada Selasa telah melebihi angka 470 orang.

Gencatan senjata sementara yang sempat disepakati antara kelompok perlawanan Hamas dan Israel, serta perjanjian pertukaran tahanan yang dimulai pada 19 Januari, akhirnya berakhir pada 1 Maret. Namun, upaya untuk melanjutkan kesepakatan tersebut ke tahap berikutnya mendapat penolakan dari Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.

Sebagai pemimpin Israel yang saat ini menjadi buronan Mahkamah Pidana Internasional (ICC), Netanyahu disebut sedang berupaya membebaskan lebih banyak tahanan Israel tanpa memenuhi kewajiban utama dalam kesepakatan, yakni menghentikan perang dan menarik pasukan dari Gaza. Sementara itu, Hamas tetap menuntut agar tahap berikutnya dijalankan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.

Israel mengklaim bahwa serangan yang kembali dilakukan bertujuan untuk membebaskan tahanan dan menghilangkan ancaman terhadap keamanan mereka. Namun, beberapa analis politik Israel menilai bahwa kebijakan Netanyahu tidak semata-mata bertujuan untuk kepentingan keamanan, melainkan lebih kepada strategi politik dalam negeri.

Pada hari yang sama, Netanyahu diketahui kembali memasukkan Itamar Ben Gvir, Menteri Keamanan Nasional dari kelompok sayap kanan, ke dalam koalisinya. Langkah tersebut dilakukan untuk mengamankan dukungan dari partai ekstremis Jewish Power demi meloloskan anggaran negara dan mencegah runtuhnya pemerintahannya.

Situasi di Gaza terus memburuk, sementara dunia internasional masih belum menunjukkan langkah nyata untuk menghentikan konflik yang telah menewaskan puluhan ribu warga Palestina sejak serangan Israel dimulai tahun lalu.

Recommended For You

About the Author: admin 2

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *