
Termapan – Sebuah drone yang menggunakan baterai lithium berkapasitas energi tinggi yang dirancang khusus untuk lingkungan bersuhu sangat rendah telah berhasil menjalani uji coba terbang di kota paling utara China. Dalam kondisi udara yang mencapai minus 36 derajat Celsius, drone tersebut tetap dapat beroperasi dengan stabil.
Keberhasilan ini diumumkan oleh Institut Fisika Kimia Dalian (Dalian Institute of Chemical Physics/DICP), yang berada di bawah naungan Akademi Ilmu Pengetahuan China (Chinese Academy of Sciences/CAS). Inovasi ini memberikan solusi daya yang lebih andal untuk berbagai keperluan, seperti ekspedisi kutub, patroli perbatasan, misi penyelamatan dalam kondisi ekstrem, serta logistik di daerah terpencil.
Keberhasilan uji coba ini dianggap sebagai pencapaian baru dalam teknologi baterai untuk drone berkinerja tinggi. Chen Zhongwei, pemimpin tim penelitian dari DICP, menjelaskan bahwa pengujian tersebut menunjukkan bahwa drone hexacopter mampu terbang dengan stabil, sekaligus memenuhi berbagai standar ketahanan dalam kondisi cuaca ekstrem.
Hasil uji coba ini menunjukkan bahwa drone dapat melakukan start-up dengan cepat, melayang di udara pada ketinggian tertentu, serta menavigasi jalur yang kompleks tanpa mengalami fluktuasi voltase atau kehilangan daya secara mendadak. Kemampuan ini menjadi bukti bahwa baterai yang dikembangkan memiliki tingkat keandalan yang tinggi meskipun berada dalam suhu yang sangat rendah.
Untuk mengatasi kendala yang sering terjadi pada baterai lithium di lingkungan bersuhu dingin, tim penelitian yang dipimpin oleh Chen melakukan inovasi dalam formulasi elektrolit serta modifikasi material anode.
Terobosan ini memungkinkan baterai tetap mampu menghasilkan daya yang stabil pada rentang suhu mulai dari minus 40 hingga 50 derajat Celsius. Selain itu, tim juga mengintegrasikan teknologi manajemen termal adaptif serta pengoptimalan impedansi suhu rendah, yang terbukti mampu mengurangi tingkat penurunan daya tahan baterai pada suhu ekstrem.
Jika pada umumnya baterai mengalami penurunan kapasitas sebesar 30 hingga 50 persen saat digunakan di lingkungan bersuhu minus 40 derajat Celsius, baterai hasil inovasi tim Chen hanya mengalami penurunan daya kurang dari 10 persen dibandingkan kapasitasnya dalam suhu normal.
Keunggulan ini secara signifikan meningkatkan durasi operasional drone yang digunakan di daerah kutub maupun dataran tinggi, sehingga frekuensi pengisian ulang daya dapat dikurangi secara drastis.
Tim peneliti menyampaikan bahwa pengembangan teknologi ini akan terus dilakukan agar baterai yang telah dirancang dapat diterapkan lebih luas pada berbagai perangkat yang digunakan di lingkungan ekstrem. Dengan kemajuan ini, drone berteknologi tinggi diharapkan mampu menjalankan misi yang lebih kompleks dan menantang di masa depan.