
Pada tahun 2024, Mahkamah Agung (MA) Indonesia telah menjatuhkan sanksi terhadap 206 hakim dan aparatur peradilan yang terbukti melanggar kode etik dan aturan disiplin. Dari jumlah tersebut, sebanyak 79 orang mendapatkan sanksi berat, 31 orang mendapatkan sanksi sedang, dan 96 orang lainnya dijatuhi sanksi ringan. Penjatuhan sanksi ini merupakan bagian dari upaya untuk menjaga integritas sistem peradilan di Indonesia dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga hukum.
Ketua Mahkamah Agung, Sunarto, menyampaikan informasi tersebut pada acara Refleksi Akhir Tahun MA di Jakarta, Jumat, yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang kinerja lembaga peradilan sepanjang tahun 2024. “Jumlah dan jenis sanksi disiplin yang dijatuhkan kepada hakim dan aparatur peradilan dalam periode tahun 2024 adalah sebanyak 206 sanksi disiplin,” kata Sunarto.
Dalam upaya menjaga kualitas dan integritas peradilan, MA juga mengungkapkan bahwa pada tahun 2024, Badan Pengawasan MA telah menerima total 4.313 pengaduan. Dari jumlah pengaduan tersebut, sebanyak 4.116 pengaduan atau sekitar 95,4 persen telah berhasil diselesaikan, sementara 197 pengaduan lainnya masih dalam proses penanganan. Ini menunjukkan komitmen MA dalam menanggapi laporan masyarakat terkait kinerja hakim dan aparatur peradilan.
Selain pengaduan langsung, MA juga menerima usulan penjatuhan sanksi dari Komisi Yudisial (KY) terkait 35 laporan hasil pemeriksaan (LHP). Laporan ini mengusulkan sanksi terhadap 63 hakim yang diduga melakukan pelanggaran. Dari jumlah tersebut, MA telah menindaklanjuti 16 hakim dengan sanksi disiplin sesuai rekomendasi KY. Sementara itu, sembilan hakim lainnya telah terlebih dahulu diperiksa dan disanksi oleh MA. Penanganan untuk 38 hakim lainnya kemudian diambil alih oleh MA karena pengaduan terkait masalah teknis yudisial.
MA juga menaruh perhatian khusus pada penerapan sistem manajemen antipenyuapan (SMAP) di lingkungan peradilan. Pada tahun 2024, MA menunjuk 27 satuan kerja untuk mengimplementasikan sistem ini. Dari jumlah tersebut, 16 pengadilan telah memenuhi standar dan berhasil mendapatkan sertifikat SMAP, sementara 11 pengadilan lainnya masih dalam tahap evaluasi dan belum mendapatkan sertifikat.
Dalam rangka memperkuat budaya antikorupsi, MA juga memberikan penghargaan kepada tujuh individu dengan gelar Insan Antigratifikasi pada peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2024. Penghargaan ini diberikan sebagai bentuk pengakuan atas komitmen mereka dalam mengendalikan praktik gratifikasi di lingkungan MA dan badan peradilan di bawahnya. Ini diharapkan dapat mendorong semakin banyak pihak untuk berperan aktif dalam pencegahan korupsi dan menjaga profesionalisme di dunia peradilan.
Meski telah ada langkah-langkah signifikan untuk meningkatkan integritas, Sunarto mengakui bahwa isu integritas masih menjadi tantangan besar bagi MA. Untuk itu, ia mengungkapkan bahwa integritas akan menjadi tema utama dalam laporan tahunan MA yang akan disampaikan pada Februari 2025. MA berkomitmen untuk terus meningkatkan sistem peradilan yang bebas dari korupsi dan menjaga kualitas pelayanan publik.
“Integritas adalah kunci dalam membangun lembaga peradilan yang berkualitas dan sebagai fondasi kepercayaan publik. Oleh karena itu, kami mengajak seluruh masyarakat, termasuk media, untuk turut berpartisipasi dalam mengawasi kinerja hakim dan aparatur peradilan,” tambah Sunarto. Ia juga berharap agar jurnalis sebagai representasi publik bisa mengedukasi masyarakat dengan pemberitaan yang akurat, proporsional, dan berimbang, sekaligus meluruskan isu-isu negatif yang berkembang di masyarakat.
Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa Mahkamah Agung berkomitmen untuk terus memperbaiki sistem peradilannya dan memastikan bahwa hukum diterapkan dengan adil dan bersih. Pengawasan yang ketat terhadap kinerja hakim dan aparatur peradilan diharapkan dapat meminimalisir penyalahgunaan wewenang dan menjaga kualitas peradilan yang lebih transparan dan akuntabel.